Hakekat kebangkrutan
Oleh : Abu
Usamah Yahya Al Lijaziy
Kata
“bangkrut” adalah kata yang kebanyakan manusia berlindung darinya. Sebab kata
“bangkrut” itu sendiri secara bahasa Indonesia bermakna menderita kerugian
besar hingga jatuh dan gulung tikar dalam keadaan habis harta bendanya sehingga
jatuh miskin.[1]
Dan yang kita ketahui kebanyakan dari mereka berlindung dari kebangkrutan untuk
kehidupannya di dunia saja, terutama yang berkaitan dengan usahanya dalam
mencari rizki, baik itu dalam perdagangannya, pertanian, sewa menyewa dan
sebagainya. Seperti ini wajar saja, sebab kita saat ini masih hidup didunia dan
berusaha bertahan hidup dengan mencari rizkiNya, dan berusaha hidup nikmat
dengan berusaha berdagang atau yang lainnya dengan harapan mendapatkan hasil
yang sebanyak-banyaknya. Namun yang harus senantiasa kita renungkan bahwa
sebenarnya hakikat kebangkrutan itu adalah bukan kebangkrutan di dunia seperti
yang kita pahami, tetapi ia itu kebangkrutan di akhirat ketika hisab di hadapan
Rabb kita I. Karena
jika hanya bangkrut di dunia kebanyakan manusia mampu bangkit lagi memulai
usaha atau minimal bisa bertahan hidup meski hanya pas-pasan dan menanggung
hutang. Tapi jika sudah bengkrut di akhirat bisa menyebabkan kebinasaan yang
berujung ke Neraka Allah I. Seperti
sabda Rasulullah r :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ ».
قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ «
إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ
وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا
وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا
مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ
أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ ».
“Dari
Abu Hurairah t berkata,
Rasulullah r bertanya
kepada para Sahabat :” Apakah kalian tahu siapa orang yang bangkrut itu? mereka
menjawab :”Orang yang bangkrut menurut kami yaitu mereka yang tidak memiliki
uang dan perhiasan (hartanya habis)”. Maka Rasulullah bersabda:” Sesungguhnya
orang yang bangkrut itu adalah mereka yang datang di hari kiamat dengan pahala
sholat, puasa dan zakat. Akan tetapi dia pernah mencaci orang lain, memakan
(mengambil) harta orang lain, melukai orang lain, dan memukul orang lain. Maka,
pahala ibadah yang ia dapatkan akan diserahkan kepada orang-orang yang pernah
ia dzalimi. Jika pahalanya habis (untuk membayar tuntutan akibat dosa-dosa yang
pernah ia lakukan) maka dosa orang-orang itu akan diambil kemudian dibebankan
kepadanya, hingga ia dilemparkan ke dalam neraka.''[2]
Hadits
ini mengandung hikmah yang sangat agung, diantaranya metode Rasulullah r dalam
mengajari para sahabat y sering dengan
metode tanya jawab. Karena pengajaran dengan metode tanya jawab dan diskusi akan
lebih mudah di dalam memahami suatu permasalahan Agama, karena dengannya akan
memancing konsentrasi serta akan menimbulkan kesan dan membekas dihati para
penuntut ilmu. Sehingga metode ini sering juga dilakukan oleh para Ulama’ V dari
dahulu hingga sekarang.
Selain
itu hikmah dalam Hadits ini bahwa kita dalam menjalankan Agama ini tidak cukup
hanya Hablumminallah saja, tetapi juga Hablumminannaas. Jika seseorang
beribadah kepada Allah sudah bagus dan diatas Al Qur’an dan As Sunnah tapi dia
mengabaikan hubungan dengan sesama manusia, masih saja dia suka mencaci
saudaranya, menyakiti fisik atau hati saudaranya atau masih ada rasa hasad
kepada saudaranya, maka perbuatan-perbuatan inilah yang akan membuat dia
menderita kerugian di akheratnya kelak. Allah I tidak akan membiarkan
perbuatannya sampai dia mendapat maaf dan ridha dari saudaranya didunianya. Seperti yang diriwayatkan Abu
Hurairah t bahwa
Rasulullah r bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مُظْلِمَةٌ لِأَحَدٍ مِنْ
عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيُتَحَلَّلْهُ
مِنْهُ اليَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنُ دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ
عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدَرِ مُظْلِمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ
أُخِذَ مِنْ سَيْئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ
“Barang
siapa diantara kalian yang mempunyai kesalahan ( mendzalimi ) kepada seseorang,
apakah menyangkut kehormatannya atau apa saja, hendaklah dimintakan halal
sekarang juga ( selagi didunia ) sebelum uang dinar dan dirham tidak lagi ada
gunanya; jika (tidak,) bila dia mempunyai amal saleh, nanti akan diambil dari
amalnya itu seukur kesalahannya dan bila tidak memiliki kebaikan, akan diambil
dari dosa-dosa orang yang disalahinya dan dibebankan kepadanya”[3]
Selain karena sifat enggan meminta
maaf atas kesalahan kepada sesama menyebabkan terkikisnya ganjaran beramal
ibadah seseorang, juga keengganan untuk meminta kehalalan atas kedzaliman yang
telah diperbuat, hakekatnya justru menguntungkan pihak yang didzalimi yaitu dia
akan mendapatkan ganjaran kebajikan dari ibadah orang yang telah mendzaliminya.
Juga Hikmah yang sangat agung
dalam Hadits ini adalah bagaimana pembelajaran Rasulullah r terhadap
para Sahabat untuk mengajak berfikir tentang hakikat kehidupan dengan melihat
jauh ke depan yaitu kehidupan yang sebenarnya di akhirat kelak. Dan ini
menuntut setiap mukmin untuk mempunyai visi ukhrawi ketika di dunianya. Seperti
dalam Firman Allah I :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang
yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan
apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada
Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Al Hasyr :
18)
Sehingga apa yang dia lakukan di
dunianya baik ibadah atau muamalahnya selain bermanfaat di dunianya juga bisa
menjadi tabungannya di akhirat kelak. Sebab kita ketahui bersama bahwa kita di
dunia ini hanya numpang lewat untuk satu tujuan akhir yaitu kampung akhirat
yang tidak ada lagi kematian setelah hari itu selamanya.
Ingat Sabda Rasullah r :
كُنْ في الدُّنيا كأنّك غريبٌ أو عابرُ سبيلٍ
“..Jadilah kamu di dunia seperti orang asing
atau yang melakukan perjalanan.”[4]
Dengan
ini kita memohon mudah-mudahan Allah I memberikan kemudahan kepada kita untuk
beramal shalih di dunia dan semoga Allah I menerima semua amalan kita
sehingga akan menjadi timbangan amal di sisiNya. Risalah ini kami tutup dengan
Firman Allah I :
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ
نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا
تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu
(kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari
(kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(Al
Qashas : 77)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar