Kamis, 03 Mei 2012

Hakekat Bangkrut


Hakekat kebangkrutan
Oleh : Abu Usamah Yahya Al Lijaziy

Kata “bangkrut” adalah kata yang kebanyakan manusia berlindung darinya. Sebab kata “bangkrut” itu sendiri secara bahasa Indonesia bermakna menderita kerugian besar hingga jatuh dan gulung tikar dalam keadaan habis harta bendanya sehingga jatuh miskin.[1] Dan yang kita ketahui kebanyakan dari mereka berlindung dari kebangkrutan untuk kehidupannya di dunia saja, terutama yang berkaitan dengan usahanya dalam mencari rizki, baik itu dalam perdagangannya, pertanian, sewa menyewa dan sebagainya. Seperti ini wajar saja, sebab kita saat ini masih hidup didunia dan berusaha bertahan hidup dengan mencari rizkiNya, dan berusaha hidup nikmat dengan berusaha berdagang atau yang lainnya dengan harapan mendapatkan hasil yang sebanyak-banyaknya. Namun yang harus senantiasa kita renungkan bahwa sebenarnya hakikat kebangkrutan itu adalah bukan kebangkrutan di dunia seperti yang kita pahami, tetapi ia itu kebangkrutan di akhirat ketika hisab di hadapan Rabb kita I. Karena jika hanya bangkrut di dunia kebanyakan manusia mampu bangkit lagi memulai usaha atau minimal bisa bertahan hidup meski hanya pas-pasan dan menanggung hutang. Tapi jika sudah bengkrut di akhirat bisa menyebabkan kebinasaan yang berujung ke Neraka Allah I. Seperti sabda Rasulullah r :


عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ ». قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لاَ دِرْهَمَ لَهُ وَلاَ مَتَاعَ. فَقَالَ « إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِى يَأْتِى يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلاَةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِى قَدْ شَتَمَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا وَسَفَكَ دَمَ هَذَا وَضَرَبَ هَذَا فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِى النَّارِ ».
“Dari Abu Hurairah t berkata, Rasulullah r bertanya kepada para Sahabat :” Apakah kalian tahu siapa orang yang bangkrut itu? mereka menjawab :”Orang yang bangkrut menurut kami yaitu mereka yang tidak memiliki uang dan perhiasan (hartanya habis)”. Maka Rasulullah bersabda:” Sesungguhnya orang yang bangkrut itu adalah mereka yang datang di hari kiamat dengan pahala sholat, puasa dan zakat. Akan tetapi dia pernah mencaci orang lain, memakan (mengambil) harta orang lain, melukai orang lain, dan memukul orang lain. Maka, pahala ibadah yang ia dapatkan akan diserahkan kepada orang-orang yang pernah ia dzalimi. Jika pahalanya habis (untuk membayar tuntutan akibat dosa-dosa yang pernah ia lakukan) maka dosa orang-orang itu akan diambil kemudian dibebankan kepadanya, hingga ia dilemparkan ke dalam neraka.''[2]

Hadits ini mengandung hikmah yang sangat agung, diantaranya metode Rasulullah r dalam mengajari para sahabat y sering dengan metode tanya jawab. Karena pengajaran dengan metode tanya jawab dan diskusi akan lebih mudah di dalam memahami suatu permasalahan Agama, karena dengannya akan memancing konsentrasi serta akan menimbulkan kesan dan membekas dihati para penuntut ilmu. Sehingga metode ini sering juga dilakukan oleh para Ulama’ V dari dahulu hingga sekarang.
Selain itu hikmah dalam Hadits ini bahwa kita dalam menjalankan Agama ini tidak cukup hanya Hablumminallah saja, tetapi juga Hablumminannaas. Jika seseorang beribadah kepada Allah sudah bagus dan diatas Al Qur’an dan As Sunnah tapi dia mengabaikan hubungan dengan sesama manusia, masih saja dia suka mencaci saudaranya, menyakiti fisik atau hati saudaranya atau masih ada rasa hasad kepada saudaranya, maka perbuatan-perbuatan inilah yang akan membuat dia menderita kerugian di akheratnya kelak. Allah I tidak akan membiarkan perbuatannya sampai dia mendapat maaf dan ridha dari saudaranya didunianya. Seperti yang diriwayatkan Abu Hurairah t bahwa Rasulullah r bersabda:
مَنْ كَانَتْ لَهُ مُظْلِمَةٌ لِأَحَدٍ مِنْ عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيُتَحَلَّلْهُ مِنْهُ اليَوْمَ قَبْلَ أَنْ لاَ يَكُوْنُ دِيْنَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدَرِ مُظْلِمَتِهِ وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيْئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ  
“Barang siapa diantara kalian yang mempunyai kesalahan ( mendzalimi ) kepada seseorang, apakah menyangkut kehormatannya atau apa saja, hendaklah dimintakan halal sekarang juga ( selagi didunia ) sebelum uang dinar dan dirham tidak lagi ada gunanya; jika (tidak,) bila dia mempunyai amal saleh, nanti akan diambil dari amalnya itu seukur kesalahannya dan bila tidak memiliki kebaikan, akan diambil dari dosa-dosa orang yang disalahinya dan dibebankan kepadanya”[3]
Selain karena sifat enggan meminta maaf atas kesalahan kepada sesama menyebabkan terkikisnya ganjaran beramal ibadah seseorang, juga keengganan untuk meminta kehalalan atas kedzaliman yang telah diperbuat, hakekatnya justru menguntungkan pihak yang didzalimi yaitu dia akan mendapatkan ganjaran kebajikan dari ibadah orang yang telah mendzaliminya.
Juga Hikmah yang sangat agung dalam Hadits ini adalah bagaimana pembelajaran Rasulullah r terhadap para Sahabat untuk mengajak berfikir tentang hakikat kehidupan dengan melihat jauh ke depan yaitu kehidupan yang sebenarnya di akhirat kelak. Dan ini menuntut setiap mukmin untuk mempunyai visi ukhrawi ketika di dunianya. Seperti dalam Firman Allah I :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.”(Al Hasyr : 18)
Sehingga apa yang dia lakukan di dunianya baik ibadah atau muamalahnya selain bermanfaat di dunianya juga bisa menjadi tabungannya di akhirat kelak. Sebab kita ketahui bersama bahwa kita di dunia ini hanya numpang lewat untuk satu tujuan akhir yaitu kampung akhirat yang tidak ada lagi kematian setelah hari itu selamanya.
Ingat Sabda Rasullah r :
كُنْ في الدُّنيا كأنّك غريبٌ أو عابرُ سبيلٍ
 “..Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau yang melakukan perjalanan.”[4]

Dengan ini kita memohon mudah-mudahan Allah I memberikan kemudahan kepada kita untuk beramal shalih di dunia dan semoga Allah I menerima semua amalan kita sehingga akan menjadi timbangan amal di sisiNya. Risalah ini kami tutup dengan Firman Allah I :
وَابْتَغِ فِيمَا آَتَاكَ اللَّهُ الدَّارَ الْآَخِرَةَ وَلَا تَنْسَ نَصِيبَكَ مِنَ الدُّنْيَا وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ وَلَا تَبْغِ الْفَسَادَ فِي الْأَرْضِ إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِينَ
“Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”(Al Qashas : 77)




[1] KBBI
[2] Riwayat Imam Muslim Bab Haramnya kedzaliman
[3] Shahih Bukhari Bab Man Kaanat Lahu Mudzlimah ‘indar rajul
[4] Shahih Bukhari

Tidak ada komentar: