Zakat
Tijarah
Oleh
: Abu Usamah Yahya Al Lijaziy
Pengertian
Tijarah
Kata تِجَارَةٌ (tijarah) secara bahasa merupakan mashdar (dasar kata)
bagi تَجَرَ
يَتْجُرُ (tajara – yatjuru).
Sedangkan pengertian secara Syariat adalah التَّصَرُّفُ فِي رَأْسِ الْمَالِ طَلَبًا لِلرِّبْحِ
( mengelola
modal untuk mencari laba ”. [1]
Di dalam kitab –kitab fiqh di sebut juga dengan nama bab بَابُ
زَكَاةِ العُرُوضِ (zakat al uruudh) ,zakat
barang-barang dagangan. Yaitu barang-barang (harta) yang dipersiapkan untuk di perdagangkan.
Di karenakan barang-barang tersebut tidak diam begitu saja lalu habis, dan
pedagangnya yang sebenarnya tidak menginginkan dzat barang itu sendiri tetapi
dia hanya menginginkan laba darinya, oleh sebab itu di wajibkan atasnya zakat
karena qimah-nya (nilai barang),bukan sebab dzat barang itu sendiri.[2]
Karena
zakat ini berkenaan dengan barang-barang dagangan, maka dalam hal ini bisa mencakup jenis barang apa saja ( yang halal )
selama niatnya untuk di dagangkan, misalkan : barang-barang tidak bergerak
semisal rumah, tanah, perabotan, atau jenis peralatan dapur, hewan,mobil,kain
dan lain sebagainya yang di perdagangkan.
Hukum
Zakat Tijarah
Kebanyakan
para Ulama’ berpendapat wajibnya zakat tijarah, berdasarkan dalil-dalil berikut
ini.
Firman
Allah I :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا
كَسَبْتُمْ
“Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik.”(Al Baqarah 267)
Ibnu
Katsir ?
menafsirkan kalimat كَسَبْ dalam ayat ini dengan
perkataan Mujahid t yaitu perdagangan.
Juga dalam Firman Allah I
:
وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta
dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Ad Dariyaat-19)
Rasulullah r pernah berkata pada Muadz bin Jabal t
ketika mengutusnya ke Yaman:
فَأَعْلِمْهُمْ
أَنَّ اللَّهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ
مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِى فُقَرَائِهِمْ
“Ajarkan kepada mereka bahwasannya Allah I
mewajibkan atas mereka untuk mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, yang
diambil dari orang-orang kayanya untuk di berikan kepada orang-orang fakirnya.”[3]
Pada ucapan Beliau r
في أموالهم (dari harta-harta mereka) tidak diragukan lagi bahwa harta
tersebut adalah harta dari dari perdagangan.[4]
Dalil dari Hadits dari Samurah bin Jundab t mengatakan:
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنِ
الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
“Sesungguhnya Rasulullah r.
memerintah kita untuk mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kita sediakan
untuk jual-beli.”
Tetapi dalam Hadits ini ada
kelemahan.[5]
Demikian juga telah tetap dari
Umar bin al Khaththab t ketika
beliau memerintahkan seseorang dengan berkata :
عَنْ
أَبِي عَمْرِو بْنِ حِمَاسٍ عَنْ أَبِيْهِ قال : مَرَّ بِيْ عُمَرُ فَقَالَ يا
حِمَاس أدِّ زَكَاةَ مَالِكَ فَقُلْتُ : مَالِيْ مَالٌ إِلاَّ جِعَابٌ وَ أُدُم !
فَقَالَ : قَوِّمْهَا قِيْمَةً ثُمَّ أدِّ زَكَاتَهَا
"Dari
Abi ‘Amr bin Himas dari bapaknya: "Pada suatu hari Umar melewatiku, lalu
berkata: “Hai Himas tunaikan zakat hartamu!”. Aku menjawab: “Aku tidak punya
harta kecuali kulit dan tempat panah”. Umar berkata: “Taksirlah nilainya lalu
tunaikanlah zakat!" [6]
Demikian pula Atsar dari Abdurrahman bin Abdul Qari’ t :
عَنْ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ القَارِي قَالَ : كُنْتُ عَلَى بَيْتِ الْمَالِ زَمَانَ
عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَكَانَ إِذَا خَرَجَ الْعَطَاءُ جَمَعَ أَمْوَالَ
التُجَّارِ ثُمَّ حَسَبَهَا غَائِبَهَا وَ شَاهِدَهَا ثُمَّ أَخَذَ الزَّكَاةَ
مِنْ شَاهِدِ الْمَالِ عَنْ الْغَائِبِ وَالشَّاهِدِ
"Aku
adalah bendahara baitul maal pada masa Umar bin Khattab, maka jika beliau
mengeluarkan pemberian, beliau mengumpulkan harta para pedagang, kemudian
menghitung baik yang pedagangnya sedang bepergian, maupun yang muqim lalu
mengambil zakat tersebut ". [7]
Syarat dan Ketentuan Zakat Tijarah
Yang perlu diketahui di dalam zakat tijarah yaitu adanya beberapa
syarat dan ketentuan diantaranya :
1.
Di dalam
memiliki barang harus dengan perbuatannya, yaitu dengan pilihannya sendiri.
Maka dalam hal ini tidak termasuk darinya dari penerimaan pemberian atau hadiah
dan lain sebagainya yang diluar kehendaknya.
2.
Di dalam
memiliki barang dari awalnya sudah diniatkan untuk di perdagangkan. Sehingga
tidak termasuk bagi yang membeli barang yang dari awal tidak niat ingin di
perdagangkan lalu setelah beberapa lama muncul niatan untuk di perdagangkan.
Yang seperti ini tidak wajib zakat menurut pendapat yang masyhur dari beberapa
madzhab.
3.
Barang tersebut
sudah mencapai nishab yaitu setara dengan harga 85 Kg emas.
4.
Sudah berjalan
satu haul ( tahun ).
5.
Di keluarkan
2,5 % dari harta yang terkena wajib zakat.
6.
Bisa
dikeluarkan dalam bentuk barang dan uang. Tapi di keluarkan dalam bentuk uang,
ini pendapat yang masyhur dari Imam As Syafi’iy dan Imam Ahmad, karena di nilai
lebih bermanfaat bagi penerima zakat.
Cara
Menghitung Zakat Tijarah
Untuk pertama kali pastikan harta + modal dagangan
kita sudah mencapai nishab yaitu setara dengan nilai 85 gram emas. Misalkan
harga emas saat ini Rp. 500.000/gram
maka nishab minimal terkena zakat adalah
Rp. 42.500.000. Jika ternyata harta dagang kita sudah senilai nishab
maka catatlah tanggal dan tahunnya.
Jika
pada tanggal yang sama di tahun berikutnya harta tersebut tetap atau bertambah
nilainya, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5% setelah di potong hutang.
Untuk
lebih mudahnya kita menggunakan rumus :
{Harta
dagangan (modal yang diputar) + piutang lancar – Hutang} x 2.5 % = Nilai zakat.
Misal
: Harta dagangan (modal yang diputar) = Rp.50.000.000
Piutang lancar = Rp.10.000.000
Hutang yang harus di bayar = Rp. 5000.000
Maka
nilai zakat yang di keluarkan adalah :
(Rp.
50.000.000 + Rp. 10.000.000)- Rp. 5000.000 x 2,5 % = Rp. 1.375.000
Perlu diperhatikan di sini :
1. Piutang
yang di syaratkan adalah piutang yang lancar, sedangkan untuk piutang yang
tidak lancar maka tidak termasuk didalamnya.
2. Bahwa
bangunan, perabotan dan peralatan yang tidak disiapkan untuk jualan tidak
dimasukkan dalam perhitungan aset yang dikeluarkan zakatnya. Sebab
dikategorikan barang tetap dan tidak berkembang.
3. Zakat
tijarah ini berlaku untuk beberapa jenis bidang usaha, baik yang bergerak di
bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara
individu maupun badan usaha seperti PT, CV, Koperasi, dan lain sebagainya.
Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan
(modal kerja dan laba) setara atau lebih besar dengan nilai 85 gram emas, maka
ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %
[1] Al-Mufradat
fi Gharib al-Quran, I:178
[2] Syarhul Mumti’
[3]
Sunan alkubro Al Baihaqi
[4]
Syarhul Mumti’
[5] Di
keluarkan Abu Daud dalam Kitab zakat dari Samurah ibn Jundab ra, Berkata Al
Hafidz dalam Al Bulugh Isnadnya ada kelemahan. Dan juga di dhoifkan Al Albani
dalam Ad Dho’ifah.
[6] Riwayat As
Syaafi’iy dalam Al Musnad (633), Daruqutni 2/125, dan Baihaqi4/147
[7]
Al-Muhalla 4/40
Tidak ada komentar:
Posting Komentar