Kamis, 03 Mei 2012

Zakat Tijarah


Zakat Tijarah
Oleh : Abu Usamah Yahya Al Lijaziy
Pengertian Tijarah
Kata تِجَارَةٌ (tijarah) secara bahasa merupakan mashdar (dasar kata) bagi تَجَرَ يَتْجُرُ  (tajara – yatjuru). Sedangkan pengertian secara Syariat adalah التَّصَرُّفُ فِي رَأْسِ الْمَالِ طَلَبًا لِلرِّبْحِ ( mengelola modal untuk mencari laba ”. [1] Di dalam kitab –kitab fiqh di sebut juga dengan nama bab بَابُ زَكَاةِ العُرُوضِ (zakat al uruudh) ,zakat barang-barang dagangan. Yaitu barang-barang (harta) yang dipersiapkan untuk di perdagangkan. Di karenakan barang-barang tersebut tidak diam begitu saja lalu habis, dan pedagangnya yang sebenarnya tidak menginginkan dzat barang itu sendiri tetapi dia hanya menginginkan laba darinya, oleh sebab itu di wajibkan atasnya zakat karena qimah-nya (nilai barang),bukan sebab dzat barang itu sendiri.[2]
Karena zakat ini berkenaan dengan barang-barang dagangan, maka dalam hal ini bisa  mencakup jenis barang apa saja ( yang halal ) selama niatnya untuk di dagangkan, misalkan : barang-barang tidak bergerak semisal rumah, tanah, perabotan, atau jenis peralatan dapur, hewan,mobil,kain dan lain sebagainya yang di perdagangkan.



Hukum Zakat Tijarah
Kebanyakan para Ulama’ berpendapat wajibnya zakat tijarah, berdasarkan dalil-dalil berikut ini.
Firman Allah I :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik.”(Al Baqarah 267)
Ibnu Katsir ? menafsirkan kalimat كَسَبْ dalam ayat ini dengan perkataan Mujahid t yaitu perdagangan.
Juga dalam Firman Allah I :


وَفِي أَمْوَالِهِمْ حَقٌّ لِلسَّائِلِ وَالْمَحْرُومِ
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.” (Ad Dariyaat-19)
Rasulullah r pernah berkata pada Muadz bin Jabal t ketika mengutusnya ke Yaman:
فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدِ افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً فِى أَمْوَالِهِمْ تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِى فُقَرَائِهِمْ
“Ajarkan kepada mereka bahwasannya Allah I mewajibkan atas mereka untuk mengeluarkan zakat dari harta-harta mereka, yang diambil dari orang-orang kayanya untuk di berikan kepada orang-orang fakirnya.”[3]
Pada ucapan Beliau r في أموالهم (dari harta-harta mereka) tidak diragukan lagi bahwa harta tersebut adalah harta dari dari perdagangan.[4]
Dalil dari Hadits dari Samurah bin Jundab t mengatakan:
فَإِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنِ الَّذِي نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
“Sesungguhnya Rasulullah r. memerintah kita untuk mengeluarkan zakat dari barang-barang yang kita sediakan untuk jual-beli.”
Tetapi dalam Hadits ini ada kelemahan.[5]
Demikian juga telah tetap dari Umar bin al Khaththab t ketika beliau memerintahkan seseorang dengan berkata :
عَنْ أَبِي عَمْرِو بْنِ حِمَاسٍ عَنْ أَبِيْهِ قال : مَرَّ بِيْ عُمَرُ فَقَالَ يا حِمَاس أدِّ زَكَاةَ مَالِكَ فَقُلْتُ : مَالِيْ مَالٌ إِلاَّ جِعَابٌ وَ أُدُم ! فَقَالَ : قَوِّمْهَا قِيْمَةً ثُمَّ أدِّ زَكَاتَهَا
"Dari Abi ‘Amr bin Himas dari bapaknya: "Pada suatu hari Umar melewatiku, lalu berkata: “Hai Himas tunaikan zakat hartamu!”. Aku menjawab: “Aku tidak punya harta kecuali kulit dan tempat panah”. Umar berkata: “Taksirlah nilainya lalu tunaikanlah zakat!" [6]
Demikian pula Atsar dari Abdurrahman bin Abdul Qari’ t :  
عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عَبْدِ القَارِي قَالَ : كُنْتُ عَلَى بَيْتِ الْمَالِ زَمَانَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ فَكَانَ إِذَا خَرَجَ الْعَطَاءُ جَمَعَ أَمْوَالَ التُجَّارِ ثُمَّ حَسَبَهَا غَائِبَهَا وَ شَاهِدَهَا ثُمَّ أَخَذَ الزَّكَاةَ مِنْ شَاهِدِ الْمَالِ عَنْ الْغَائِبِ وَالشَّاهِدِ

"Aku adalah bendahara baitul maal pada masa Umar bin Khattab, maka jika beliau mengeluarkan pemberian, beliau mengumpulkan harta para pedagang, kemudian menghitung baik yang pedagangnya sedang bepergian, maupun yang muqim lalu mengambil zakat tersebut ". [7]

Syarat dan Ketentuan Zakat Tijarah
Yang perlu diketahui di dalam zakat tijarah yaitu adanya beberapa syarat dan ketentuan diantaranya :
1.    Di dalam memiliki barang harus dengan perbuatannya, yaitu dengan pilihannya sendiri. Maka dalam hal ini tidak termasuk darinya dari penerimaan pemberian atau hadiah dan lain sebagainya yang diluar kehendaknya.
2.    Di dalam memiliki barang dari awalnya sudah diniatkan untuk di perdagangkan. Sehingga tidak termasuk bagi yang membeli barang yang dari awal tidak niat ingin di perdagangkan lalu setelah beberapa lama muncul niatan untuk di perdagangkan. Yang seperti ini tidak wajib zakat menurut pendapat yang masyhur dari beberapa madzhab.
3.    Barang tersebut sudah mencapai nishab yaitu setara dengan harga 85 Kg emas.
4.    Sudah berjalan satu haul ( tahun ).
5.    Di keluarkan 2,5 % dari harta yang terkena wajib zakat.
6.    Bisa dikeluarkan dalam bentuk barang dan uang. Tapi di keluarkan dalam bentuk uang, ini pendapat yang masyhur dari Imam As Syafi’iy dan Imam Ahmad, karena di nilai lebih bermanfaat bagi penerima zakat.
Cara Menghitung Zakat Tijarah
Untuk  pertama kali pastikan harta + modal dagangan kita sudah mencapai nishab yaitu setara dengan nilai 85 gram emas. Misalkan harga emas saat ini Rp. 500.000/gram  maka nishab minimal terkena zakat adalah  Rp. 42.500.000. Jika ternyata harta dagang kita sudah senilai nishab maka catatlah tanggal dan tahunnya.
Jika pada tanggal yang sama di tahun berikutnya harta tersebut tetap atau bertambah nilainya, maka wajib dikeluarkan zakatnya 2,5% setelah di potong hutang.
Untuk lebih mudahnya kita menggunakan rumus :
{Harta dagangan (modal yang diputar) + piutang lancar – Hutang} x 2.5 % = Nilai zakat.
Misal : Harta dagangan (modal yang diputar) = Rp.50.000.000
  Piutang lancar = Rp.10.000.000
  Hutang yang harus di bayar = Rp. 5000.000
Maka nilai zakat yang di keluarkan adalah :
(Rp. 50.000.000 + Rp. 10.000.000)- Rp. 5000.000 x 2,5 % = Rp. 1.375.000

Perlu diperhatikan di sini :
1.    Piutang yang di syaratkan adalah piutang yang lancar, sedangkan untuk piutang yang tidak lancar maka tidak termasuk didalamnya.
2.    Bahwa bangunan, perabotan dan peralatan yang tidak disiapkan untuk jualan tidak dimasukkan dalam perhitungan aset yang dikeluarkan zakatnya. Sebab dikategorikan barang tetap dan tidak berkembang.
3.    Zakat tijarah ini berlaku untuk beberapa jenis bidang usaha, baik yang bergerak di bidang perdagangan, industri, agroindustri, ataupun jasa, dikelola secara individu maupun badan usaha seperti PT, CV, Koperasi, dan lain sebagainya. Artinya jika suatu badan usaha pada akhir tahun (tutup buku) memiliki kekayaan (modal kerja dan laba) setara atau lebih besar dengan nilai 85 gram emas, maka ia wajib mengeluarkan zakat sebesar 2,5 %















[1] Al-Mufradat fi Gharib al-Quran, I:178
[2] Syarhul Mumti’
[3] Sunan alkubro Al Baihaqi
[4] Syarhul Mumti’
[5] Di keluarkan Abu Daud dalam Kitab zakat dari Samurah ibn Jundab ra, Berkata Al Hafidz dalam Al Bulugh Isnadnya ada kelemahan. Dan juga di dhoifkan Al Albani dalam Ad Dho’ifah.
[6] Riwayat As Syaafi’iy dalam Al Musnad (633), Daruqutni 2/125, dan Baihaqi4/147
[7] Al-Muhalla 4/40

Tidak ada komentar: