Kamis, 03 Mei 2012

Hakekat Kaya


Hakekat kaya
(oleh :Abu Usamah Yahya Al Lijaziy)

Sebuah jawaban yang manusiawi jika seorang ditanya tentang arti kaya mereka akan menjawab orang yang memiliki banyak harta. Namun itu jawaban sepintas yang memang terlontar disebabkan penilaian secara dzohir (fisik). Seperti contoh yang terjadi pada Sahabat Abu Dzar Al Ghiffari t ketika di tanya oleh Rasulullah r tentang siapa orang kaya dalam riwayat berikut :
عن أبي ذر قال : قال رسول الله صلى الله عليه و سلم : ( يا أبا ذر أترى كثرة المال هو الغنى ) ؟ قلت : نعم يا رسول الله قال : ( فترى قلة المال هو الفقر ) ؟ قلت : نعم يا رسول الله قال : ( إنما الغنى غنى القلب والفقر فقر القلب )
“Dari Abu Dzar Al Ghiffari t berkata: Rasulullah r bersabda :”Wahai Abu Dzar, apa kamu memandang orang yang banyak harta itu adalah orang kaya?,Aku berkata : Benar ya Rasulullah, Lalu Rasulullah r bersabda :”Apa kamu memandang orang yang sedikit harta itu orang yang faqir?,Aku berkata :”Benar Ya Rasulullah. Kemudian Rasulullah r bersabda :”Sesungguhnya kaya itu adalah kaya hati dan faqir itu adalah kefaqiran hati.”[1]


Jadi yang kita pahami dari jawaban Rasulullah r itu adalah hakekat dari kaya yang   bukan dinilai dari tampak secara dzohir dari segenap hartanya yang melimpah, tapi sebenarnya hakekat kaya itu adalah kekayaan hati yaitu merasa qona’ah (cukup) dengan rizki yang Allah I karuniakan padanya, merasa puas dan selalu ridha atas ketentuan Allah I. Hal ini juga di tegaskan dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan abu Hurairah t , bahwa Rasulullah r bersabda :
لَيْسَ الغِنَى عَن كَثرَةِ العَرَض ، وَلكِنَّ الغِنَى غِنَى النَّفْس
“Bukanlah kaya itu diukur dari banyaknya harta, tapi kaya itu adalah kaya hati (hatinya merasa cukup dengan rizki yang ada)”[2]
Inilah hakekat kaya yang sesungguhnya yaitu bukan dengan banyaknya harta. Karena begitu banyak orang diberi keluasan rizki berupa harta oleh Allah I namun ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang diberi. Orang semacam ini selalu berusaha keras untuk menambah dan terus menambah harta. Bahkan terkadang iapun tidak peduli dari manakah harta tersebut di peroleh. Maka inilah sebenarnya maksud dari Sabda Rasulullah r tentang kefakiran hati, orang seperti inilah yang seakan-akan begitu fakir dengan usaha kerasnya untuk terus menerus memuaskan dirinya dengan harta yang menuntutnya untuk terus mencarinya, tamak (rakus) dan tidak pernah letih untuk terus menambah hartanya. Sehingga tidak heran jika orang semacam ini selalu merasa kurang dan kurang, maka inilah orang fakir yang  sebenarnya. Maka hendaknya kita selalu meminta kepada Allah I kekayaan hati, seperti dalam Hadits Abu Sa’id Al Khudri t mengatakan bahwa Rasulullah r bersabda :
وَ مَنْ يَسْتَعْفِفْ يُعِفهُ الله, وَ مَنْ يَسْتَغْنِي يُغْنِيْهِ الله
Siapa yang meminta iffah(penjagaan kehormatan), Allah akan menjaga kehormatannya. Dan siapa yang meminta kekayaan (jiwa), Allah akan mengayakan (jiwanya).
Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin ? menjelaskan maka sabda Rasulullah وَ مَنْ يَسْتَغْنِي يُغْنِيْهِ الله / Dan siapa yang memohon kekayaan (jiwa), Allah akan mengayakan(jiwa)nya: “Yaitu : siapa yang merasa cukup dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang ada di tangan-tangan manusia, maka Allah berikan kekayaan padanya. Adapun yang meminta-minta kepada manusia dan merasa butuh kepada apa yang ada di sisi mereka, maka hatinya akan selalu fakir(kekurangan) –wal’iyadzubillah- dan tidak akan merasa cukup. Dan hakekat kaya itu adalah kaya hati. Jika seseorang meminta kecukupan dengan apa yang ada di sisi Allah daripada apa yang dimiliki manusia, Allah pasti mencukupinya dan Dia menjadikan jiwanya mulia yang jauh dari meminta-minta(kepada makhluk).[3]

Namun meskipun demikian bukan berarti kaya harta itu selalu tercela, yang tercela itu mereka yang tidak qona’ah terhadap harta yang Allah karuniakan kepadanya. Bahkan Rasulullah r sering berdoa meminta kekayaan, seperti dalam riwayat berikut ini :
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ الْهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى
Dari Abdullah dari Nabi r bahwa sesungguhnya beliau berkata Ya Allah, sesungguhnya aku meminta kepadaMu petunjuk, ketaqwaan, kehormatan dan kekayaan.”[4]
Imam An Nawawi ? menjelaskan tentang makna الْعَفَافَ dalam Hadits ini adalah menjauhkan dan menahan diri dari hal yang dilarang, dan makna الْغِنَى adalah hati yang selalu merasa cukup dan tidak membutuhkan dari apa yang ada pada sisi manusia.
Kalau dia orang yang bertaqwa insyaAllah banyak hikmah dari kekayaannya, mungkin bisa membantu sarana da’wah, membantu saudara atau teman yang kesusahan dan sebagainya. Seperti dalam riwayat berikut ini Rasulullah r bersabda :
إنه لا بأس بالغنى لمن اتقى والصحة لمن اتقى خير من الغنى وطيب النفس من النعم
Tidak mengapa dengan kaya bagi orang yang bertaqwa dan sehat bagi orang yang bertaqwa lebih baik dari pada kaya, dan kebahagiaan hati itu bagian dari kaya.”[5]
 Bahkan sungguh beruntung bagi mereka yang di karuniai rizki yang cukup disertai sifat qona’ah, seperti riwayat dari Abdullah bin amr bin ‘ash bahwa Rasulullah r bersabda
قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ وَرُزِقَ كَفَافًا وَقَنَّعَهُ اللَّهُ بِمَا آتَاهُ
“Sungguh beruntung bagi mereka yang masuk Islam dan Allah beri rizki yang cukup lalu dia qona’ah dengan apa yang Allah berikan kepadanya.”

Yang pasti kekayaan dan kefakiran itu suatu ujian dari Allah I, barang siapa dengan kekayaannya dia bersyukur dan bisa menjadikannya pijakan untuk semakin dekat kepada Allah I sungguh dia telah beruntung di dunia dan akhiratnya insyaAllah. Dan barangsiapa yang bersabar dengan kefakirannya dengan tetap didalam ketaatan kepada Allah I dan tidak meminta-minta kepada manusia, mudah-mudahan dia dimasukkan kedalam rombongan pertama yang masuk Sorga bersama Rasulullah r. Allahul Musta’an.




[1] Shohih Ibnu Hibban, Al Arnauth mengatakan sanad Hadits ini Shohih sesuai dengan syarat Muslim
[2] Al Bukhori 6446, Muslim 1051
[3] Syarh Ryadhus Sholihin hal. 55
[4] Shohih Muslim 2721
[5] Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69. Di shohihkan al Albani dalam Adabul Mufrod

Tidak ada komentar: