Selasa, 31 Januari 2012

Hukum Seputar Jual Beli


Ketentuan syari’ah  Di dalam Jual Beli
(Abu Usamah Yahya Al Lijaziy)

Sudah kita maklumi bersama bahwa di dalam kehidupan ini tidak akan pernah lepas dari muamalah jual beli dan perdagangan.Hal ini di karenakan Allah I memerintahkan kita untuk mencari rizki dan karuniaNya di muka bumi. Seperti dalam FirmanNya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ  فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(Al Jumu’ah 9-10)


Bahkan Allah I memuji bagi mereka yang berdagang tetapi tidak melalaikan ibadah, seperti dalam FirmanNya :
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang, laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”(An Nur 36-37)
Dari ayat-ayat diatas tersurat bahwa pada umumnya pencarian rizki bagi seorang muslim adalah dengan jual beli. Yang mana juga jual beli atau berdagang adalah pekerjaan Rasulullah r, bahkan ada beberapa keutamaan lebih bagi mereka yang berdagang, seperti dalam riwayat ini :
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ ، عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ، قَالَ : التَّاجِرُ الصَّدُوقُ الأَمِينُ مَعَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاءِ
“Dari Abu Said dari Rasulullah r bersabda: “Pedagang yang jujur dan amanah akan bersama para Nabi dan As Shidiqin dan Syuhada.”[1]
Namun jangan lupa, dalam Islam ada beberapa dhowabith (Pijakan-pijakan) tentang muamalah jual beli yang harus kita pahami jika kita menginginkan hasil muamalah jual beli dan perdagangan kita menjadi berkah di dunia dan akhirat. Seperti Sabda Rasulullah r :
الْبَيِّعَانِ بِالْخِيَارِ مَا لَمْ يَتَفَرَّقَا فَإِنْ صَدَقَا وَبَيَّنَا بُورِكَ لَهُمَا فِى بَيْعِهِمَا وَإِنْ كَذَبَا وَكَتَمَا مُحِقَتْ بَرَكَةُ بَيْعِهِمَا ».
Kedua penjual dan pembeli berada dalam kebaikan selama mereka tidak berpisah satu sama lain, maka jika keduanya jujur dan saling memberi keterangan dengan jelas semoga jual belinya di berkahi dan jika keduanya berdusta dan saling menyembunyikan, hilanglan berkah jual beli keduanya”[2]
Dhabith pertama : Asal dalam muamalah itu halal dan boleh sampai ada dalil yang mengharamkan dan melarangnya.
Firman Allah I :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَوْفُوا بِالْعُقُودِ
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.”(Al Maidah 1)
Ayat ini umum mengandung wajibnya menunaikan seluruh jenis  akad, baik akad dalam muamalah jual beli dan perdagangan ataupun selainnya. Ini juga menunjukkan bolehnya kita melakukan seluruh jenis akad jual beli kecuali adanya dalil yang mengharamkannya, dan segala bentuk larangan Allah I telah menjelaskannya secara gamblang dalam Al Qur’an, karena ini sudah menjadi ketetapanNya dalam FirmanNya :
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ
“Padahal Sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu.”(Al An’am 119)
Pengecualian larangan dalam muamalah misalkan tertera dalam Firman Allah I :
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“ Padahal Allah halalkan jual beli dan mengharamkan riba”(Al Baqarah 275)
Sisi pendalilan dalam ayat ini bahwasannya Allah I menghalalkan segala jual beli kecuali yang di dalamnya mengandung unsur riba.[3] Karena di dalam riba selain terdapat ancaman keras yang khusus dan tidak didapatkan di selainnya,[4] juga di dalamnya terkandung unsur kedzaliman dan memakan harta manusia dengan cara yang bathil. Jadi apapun dari jenis jual beli yang terkandung alasan diatas maka ia termasuk jual beli yang di haramkan.
Juga Firman Allah I :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan saling ridha (suka sama-suka )di antara kamu.”(An Nisa 29)
Ayat ini menunjukkan bahwa salah satu syarat sahnya jual beli adalah saling ridha dari keduanya, tidak ada unsur pemaksaan dan selainnya. Maka cukuplah menjadi alasan di haramkan suatu jenis jual beli yang tidak terdapat alasan di atas.
Juga dalam Firman Allah I :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ  فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at, Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli, yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu di muka bumi dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.”(Al Jumuah 9-10)
Ayat ini menjelaskan bahwa dilarangnya jual beli jika sudah di kumandangkan adzan jum’at dan di perintahkan untuk mencari karunianya setelah selesai sholat jum’at. Jadi secara umum larangan ada pada jual beli yang melalaikan dari ibadah kepada Allah I, yang mana sudah ada contoh yang baik dari para salaf kita yang tertera dalam Firman Allah I :
فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَنْ تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ  رِجَالٌ لَا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَنْ ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالْأَبْصَارُ
“Bertasbih kepada Allah di masjid-masjid yang telah diperintahkan untuk dimuliakan dan disebut nama-Nya di dalamnya, pada waktu pagi dan waktu petang,laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingati Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.”(An Nuur 36-37)
Dalam penjelasan ayat ini beberapa salaf berkata:” Mereka (para sahabat) berjual beli, tetapi manakala salah seorang mereka mendengar suara muadzin mengumandangkan adzan dan jangkauannya masuh terdengar oleh telinganya ia akan meletakkan timbangannya dan bersegera menuju sholat.” Sebagaimana yang di paparkan sebelumnya persoalan adalah apabila berjual beli menyibukkan dari sholat maka perdagangan ini di larang dan sia-sia. Dan uang yang dihasilkannya adalah haram dan kotor.[5]
Juga dalam sabda Rasulullah r :
إِنَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَمْرِ وَالْمَيْتَةِ وَالْخِنْزِيرِ وَالأَصْنَامِ
Sesungguhnya Allah I dan RasulNYa r mengharamkan jual beli Khamer (minuman keras), bangkai, babi dan patung.”[6]
Sisi pendalilan bahwa jual beli asalnya boleh kecuali menjual barang-barang yang di haramkan Syari’at, sebab jika Syari’at mengharamkan sesuatu maka juga mengharamkan harganya. Rasulullah r bersabda :
إنَّ اللَّهَ إذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَيْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ.
“Sesungguhnya Allah I jika mengharamkan suatu kaum memakan sesuatu maka Allah I mengharamkan pula harganya.”[7]
Demikianlah Nash-nash yang  telah disebutkan di atas insyaAllah cukup sebagai dalil untuk dhabith yang pertama bahwa asal dalam jual beli itu boleh kecuali ada dalil yang melarangnya. Untuk dhawabith berikutnya insyaAllah akan kita bahas pada edisi mendatang. Allahua’lam bish shawab.




[1]At  Tirmidzi 1209,Ad Daruquthni (Kitabul Buyu’ 18), Ad Darimi (Bab At Tajir As Shoduq 2539)
[2] Muttafaqun ‘alaih dengan lafadz Muslim 3937
[3] Secara garis besar riba itu ada dua macam: nasi’ah dan fadhl. Riba nasi’ah ialah pembayaran lebih yang disyaratkan oleh orang yang meminjamkan. Riba fadhl ialah penukaran suatu barang dengan barang yang sejenis, tetapi lebih banyak jumlahnya karena orang yang menukarkan mensyaratkan demikian, seperti penukaran emas dengan emas, padi dengan padi, dan sebagainya. Riba yang dimaksud dalam ayat ini Riba nasiah yang berlipat ganda yang umum terjadi dalam masyarakat Arab zaman jahiliyah.(untuk kaidah lebih rinci tentang riba membutuhkan pembahasan tersendiri)

[4] Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitabnya “Ibthalut Tahliil”
[5] Syeikh Sholih Fauzan fiil kitab “Albuyuu’ almanhiy ‘anha fil Islam”
[6] Muttafaqun ‘alaih dengan lafadz Muslim no 4132 (maktabah syamila)
[7] Sunan Abu Daud 3490, mushonnaf abi syaibah 20754 (maktabah syamila)

Tidak ada komentar: