Cara-cara Menyucikan Najis
Sudah
di maklumi bahwa Syariat telah menjelaskan pada kita tentang benda-benda yang
najis atau yang terkena najis dan juga menjelaskan tata cara menyucikannya.
Untuk itu wajib bagi kita mengikuti petunjukNya dan menjalankan perintahNya.
Misalnya ada dalil yang memerintahkan menyucinya sampai tidak tersisa bau, rasa
dan warnanya, maka itulah cara menyucikannya. Dan juga jika ada dalil yang
memerintahkan untuk menuangkan air, memercikan, mencelup, menggosokkan diatas
tanah atau hanya sekedar berjalan di permukaan bumi, maka itulah cara
menyucikannya.
Dan
ketahuilah bahwa air adalah asal (pertama dan utama) dalam menyucikan najis,
sebagaimana yang telah disifatkan oleh Syariat
خلق الله الماء طهورا
Maka
kita dilarang berpaling ke selainnya kecuali telah yang tetap dari Syariat,
karena yang demikian itu dia telah mengganti sesuatu yang telah diketahui dapat
menyucikan dengan sesuatu yang tidak diketahui bisa menyucikan. Ini berarti dia
telah menyimpang dari ketentuan Syariat. Jika kita telah memahami uraian
diatas, ikutilah apa yang telah datang dari Syariat tentang sifat dan cara-cara
menyucikan sesuatu yang terkena najis.
Menyucikan kulit bangkai
Telah
berlalu keterangan akan najisnya kulit bangkai.[2]
Namun Syariat telah mengajarkan cara menyucikan kulit bangkai yaitu dengan cara
di samak.[3]
Dalil
dalam hal ini adalah apa yang telah diriwayatkan Ibnu Abbas ra, beliau berkata
:
سمعت رسول الله صلى الله عليه و
سلم يقول : ( أيما إهاب دبغ فقد طهر )
“Aku
mendengar Rasulullah saw bersabda: Kulit bangkai apapun jika di samak maka dia
menjadi suci”[4]
Menyucikan
bejana jika terjilat anjing
Air liur
anjing termasuk dari najis mughollazhoh [5]
dan Syariat telah menjelaskan cara menyucikan bejana yang terjilat anjing,
seperti apa yang diriwayatkan Abu Hurairoh ra berkata: Rasulullah saw bersabda
:
طُهُورُ
إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ
أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Sucinya
bejana kalian jika di jilat anjing yaitu dengan membasuhnya tujuh kali dan yang
pertama di campur tanah.”
Menyucikan
pakaian yang terkena darah haidh
Dari Asma’
binti Abi Bakr rha beliau berkata:
جَاءَتِ
امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ
ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ « تَحُتُّهُ ثُمَّ
تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ ».
“Telah datang seorang wanita kepada Nabi saw
dan berkata:” Salah seorang dari kami bajunya terkena darah haidh, bagaimana
yang harus dia perbuat? Kemudian Rasulullah saw bersabda :”Celupkan ia ke air
(pakaiannya), kemudian bersihkan darah yang menempel kemudian bilaslah lalu
kamu boleh sholat dengan memakainya,”
Meskipun
dengan cara itu masih tersisa bekasnya (warnanya) maka tidak mempengaruhi
tentang hukumnya. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ
خَوْلَةَ بِنْتَ يَسَارٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي
حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ لِي إِلَّا ثَوْبٌ
وَاحِدٌ وَأَنَا أَحِيضُ فِيهِ قَالَ فَإِذَا طَهُرْتِ فَاغْسِلِي مَوْضِعَ
الدَّمِ ثُمَّ صَلِّي فِيهِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَخْرُجْ
أَثَرُهُ قَالَ يَكْفِيكِ الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ
“Dari
Abu Hurairah ra berkata: bahwa Haulah binti yasar mendatangi Rasulullah saw
pada waktu haji atau umrah dan berkata:”Wahai Rasulullah aku tidak memiliki
baju kecuali satu ini sedang aku haidh dengan memakai baju ini. Maka Rasulullah
saw bersabda :”Jika kamu sudah suci cucilah tempat yang terkena darah itu lalu
kamu boleh sholat dengannya. Lalu dia berkata : Bagaimana jika bekasnya tidak
hilang? Maka Rasulullah bersabda :” Air itu sudah cukup untuk menyucikannya dan
tidak mengapa dengan bekasnya.”[6]
Menyucikan
bagian bawah baju wanita
Dalil
dalam hal ini adalah Hadits dari Ummu walad dari Ibrahim bin Abdurrahman bin
Auf, bahwa dia bertanya kepada Ummu salamah rha istri Nabi saw :
فَقَالَتْ
إِنِّى امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِى وَأَمْشِى فِى الْمَكَانِ الْقَذِرِ. فَقَالَتْ
أُمُّ سَلَمَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُطَهِّرُهُ مَا
بَعْدَهُ ».
“Dia
berkata:”Sesungguhnya aku seorang wanita yang memakai baju yang panjang bagian
bawahnya, sedang aku sering berjalan di tanah yang kotor (banyak najisnya), maka
berkata Ummu Salamah rha: Berkata Rasulullah saw :” Akan menyucikannya apa-apa
yang setelahnya.” (tanah yang akan di lewatinya).
Menyucikan
pakaian yang terkena kencing bayi laki-laki yang masih menyusui
Kencing
bayi laki-laki yang masih menyusui (belum makan apapun selain ASI) termasuk
najis “mukhoffafah” (ringan), sehingga Syariat mengajari cara menyucikan
hanya dengan memercikkan air di daerah yang terkena najis saja.
Dari
Abus samhi pembantu Rasulullah saw berkata: Rasulullah saw bersabda :
يُرَشُّ مِنْ
بَوْلِ الْغُلَامِ وَيُغْسَلُ
مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ
“Dan di cuci jika terkena kencing bayi perempuan dan di perciki
bila terkena kencing bayi laki-laki”
Menyucikan pakaian yang terkena
madzi
Dari
Sahl ibnu hunaif berkata :
كنت ألقى من المذي شدة فأكثر
منه الإغتسال . فسألت رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ( إنما يجزيك من ذلك
الوضوء ) قلت يا رسول الله كيف يصيب ثوبي ؟ قال ( إنما يكفيك كف من ماء تنضح به من
ثوبك حيث ترى أنه أصاب ) .
قال الشيخ
الألباني : حسن
“Aku sering keluar madzi jika
tertimpa kepayahan, karena itu aku sering mandi junub. Lalu aku tanyakan ke
Rasulullah saw, maka Rasulullah saw bersabda :”Sesungguhnya cukup bagimu hanya berwudhu
saja”. Maka aku berkata :”Wahai Rasulullah, Bagaimana jika madzi tersebut
terkena bajuku?”, cukup bagimu hanya dengan mengambil seciduk tangan air lalu
siramkan ke tempat yang terkena madzi sampai kamu melihat bahwa air sudah
mengenainya.”
Berkata
Syeikh Al Albani : Hadits Hasan
Menyucikan bawah sendal yang
terkena najis
Dari
abu Sa’id ra berkata : Rasulullah saw bersabda :
إذا أتى أحدكم
المسجد فليقلب نعليه فلينظر فيهما فإن رأى فيهما خبثًا فليمسحه بالأرض ثم ليصل
“Jika
salah seorang dari kalian mendatang masjid, maka baliklan sendalmu dan lihatlah
keduanya, jika keduanya ada najis maka gosokkan ke tanah lalu sholatlah (dengan
memakainya).
Menyucikan
tanah yana terkena najis
Dari Abu Hurairoh ra berkata :
قَامَ
أَعْرَابِىٌّ فَبَالَ فِى الْمَسْجِدِ ، فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ ، فَقَالَ
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- :« دَعُوهُ وَأَهْرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلاً
مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مَيَسِّرِينَ وَلَمْ
تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ »
“Seorang arab badui (pedalaman)
tiba berdiri dan kencing di masjid. Maka orang-orang hendak mencegahnya, tapi
Rasulullah saw bersabda: “Biarkan dia, siramkan saja diatas kencingnya itu
seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan bukan untuk
menyusahkan.”[7]
Sesungguhnya pada
saat itu Rasulullah saw memerintahkan bersegera untuk menyucikan tanah, tapi
seandainya tanah yang terkena najis tersebut kita tinggakan sampai mengering
dan sampai hilang bekas-bekas najisnya maka tanah itu terhukumi suci.
Berdasarkan Hadits Ibnu Umar ra berkata :
كَانَتْ
الْكِلَابُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فِي زَمَانِ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا
“Pada zaman
Rasulullah saw banyak anjing-anjing kencing di depan dan belakang masjid, tapi
tidak ada satupun yang menyiramnya.”
[1] As
sailul Jarrar 1:48 no 42
[2]
Kecuali tiga jenis bangkai yang telah di jelaskan pada edisi sebelumnya
[3] Di
samak yaitu proses mengolah kulit dengan cara di masak (agar berwarna,tahan
lama dan halus) atau membersihkan darah dan lendi r yang menempel dengan alat
tertentu kemudian di jemur dengan waktu dan panas tertentu.
[4] Di
sohihkan Al Albani di Shohih Sunan Ibnu Majah
[5] Mughollazhoh
adalah najis yang berat dan harus dengan cara khusus dalam menyucikannya
yang telah di tetapkan Syariat.
[6]
Musnad Imam Ahmad (8767),Shohih Sunan Abu Daud
[7]
Muttafaqun ‘alaih (al irwa’ 171),Al Bukhori(1/323/220)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar