Selasa, 31 Januari 2012

Tata cara menyucikan najis-najis


Cara-cara Menyucikan Najis

Sudah di maklumi bahwa Syariat telah menjelaskan pada kita tentang benda-benda yang najis atau yang terkena najis dan juga menjelaskan tata cara menyucikannya. Untuk itu wajib bagi kita mengikuti petunjukNya dan menjalankan perintahNya. Misalnya ada dalil yang memerintahkan menyucinya sampai tidak tersisa bau, rasa dan warnanya, maka itulah cara menyucikannya. Dan juga jika ada dalil yang memerintahkan untuk menuangkan air, memercikan, mencelup, menggosokkan diatas tanah atau hanya sekedar berjalan di permukaan bumi, maka itulah cara menyucikannya.

Dan ketahuilah bahwa air adalah asal (pertama dan utama) dalam menyucikan najis, sebagaimana yang telah disifatkan oleh Syariat
  خلق  الله الماء طهورا
“Allah swt menciptakan air dalam keadaan suci dan menyucikan”[1]


Maka kita dilarang berpaling ke selainnya kecuali telah yang tetap dari Syariat, karena yang demikian itu dia telah mengganti sesuatu yang telah diketahui dapat menyucikan dengan sesuatu yang tidak diketahui bisa menyucikan. Ini berarti dia telah menyimpang dari ketentuan Syariat. Jika kita telah memahami uraian diatas, ikutilah apa yang telah datang dari Syariat tentang sifat dan cara-cara menyucikan sesuatu yang terkena najis.

Menyucikan kulit bangkai
Telah berlalu keterangan akan najisnya kulit bangkai.[2] Namun Syariat telah mengajarkan cara menyucikan kulit bangkai yaitu dengan cara di samak.[3]
Dalil dalam hal ini adalah apa yang telah diriwayatkan Ibnu Abbas ra, beliau berkata :
سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : ( أيما إهاب دبغ فقد طهر )
“Aku mendengar Rasulullah saw bersabda: Kulit bangkai apapun jika di samak maka dia menjadi suci”[4]
Menyucikan bejana jika terjilat anjing
Air liur anjing termasuk dari najis mughollazhoh [5] dan Syariat telah menjelaskan cara menyucikan bejana yang terjilat anjing, seperti apa yang diriwayatkan Abu Hurairoh ra berkata: Rasulullah saw bersabda :
طُهُورُ إِنَاءِ أَحَدِكُمْ إِذَا وَلَغَ فِيهِ الْكَلْبُ أَنْ يَغْسِلَهُ سَبْعَ مَرَّاتٍ أُولاَهُنَّ بِالتُّرَابِ
“Sucinya bejana kalian jika di jilat anjing yaitu dengan membasuhnya tujuh kali dan yang pertama di campur tanah.”

Menyucikan pakaian yang terkena darah haidh
Dari Asma’ binti Abi Bakr  rha beliau berkata:
 جَاءَتِ امْرَأَةٌ إِلَى النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَتْ إِحْدَانَا يُصِيبُ ثَوْبَهَا مِنْ دَمِ الْحَيْضَةِ كَيْفَ تَصْنَعُ بِهِ قَالَ « تَحُتُّهُ ثُمَّ تَقْرُصُهُ بِالْمَاءِ ثُمَّ تَنْضَحُهُ ثُمَّ تُصَلِّى فِيهِ ».
 “Telah datang seorang wanita kepada Nabi saw dan berkata:” Salah seorang dari kami bajunya terkena darah haidh, bagaimana yang harus dia perbuat? Kemudian Rasulullah saw bersabda :”Celupkan ia ke air (pakaiannya), kemudian bersihkan darah yang menempel kemudian bilaslah lalu kamu boleh sholat dengan memakainya,”
Meskipun dengan cara itu masih tersisa bekasnya (warnanya) maka tidak mempengaruhi tentang hukumnya. Berdasarkan Hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah ra :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ خَوْلَةَ بِنْتَ يَسَارٍ أَتَتْ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجٍّ أَوْ عُمْرَةٍ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ لَيْسَ لِي إِلَّا ثَوْبٌ وَاحِدٌ وَأَنَا أَحِيضُ فِيهِ قَالَ فَإِذَا طَهُرْتِ فَاغْسِلِي مَوْضِعَ الدَّمِ ثُمَّ صَلِّي فِيهِ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ لَمْ يَخْرُجْ أَثَرُهُ قَالَ يَكْفِيكِ الْمَاءُ وَلَا يَضُرُّكِ أَثَرُهُ

“Dari Abu Hurairah ra berkata: bahwa Haulah binti yasar mendatangi Rasulullah saw pada waktu haji atau umrah dan berkata:”Wahai Rasulullah aku tidak memiliki baju kecuali satu ini sedang aku haidh dengan memakai baju ini. Maka Rasulullah saw bersabda :”Jika kamu sudah suci cucilah tempat yang terkena darah itu lalu kamu boleh sholat dengannya. Lalu dia berkata : Bagaimana jika bekasnya tidak hilang? Maka Rasulullah bersabda :” Air itu sudah cukup untuk menyucikannya dan tidak mengapa dengan bekasnya.”[6]

Menyucikan bagian bawah baju wanita
Dalil dalam hal ini adalah Hadits dari Ummu walad dari Ibrahim bin Abdurrahman bin Auf, bahwa dia bertanya kepada Ummu salamah rha istri Nabi saw :
فَقَالَتْ إِنِّى امْرَأَةٌ أُطِيلُ ذَيْلِى وَأَمْشِى فِى الْمَكَانِ الْقَذِرِ. فَقَالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « يُطَهِّرُهُ مَا بَعْدَهُ ».
“Dia berkata:”Sesungguhnya aku seorang wanita yang memakai baju yang panjang bagian bawahnya, sedang aku sering berjalan di tanah yang kotor (banyak najisnya), maka berkata Ummu Salamah rha: Berkata Rasulullah saw :” Akan menyucikannya apa-apa yang setelahnya.” (tanah yang akan di lewatinya).

Menyucikan pakaian yang terkena kencing bayi laki-laki yang masih menyusui
Kencing bayi laki-laki yang masih menyusui (belum makan apapun selain ASI) termasuk najis “mukhoffafah” (ringan), sehingga Syariat mengajari cara menyucikan hanya dengan memercikkan air di daerah yang terkena najis saja.
Dari Abus samhi pembantu Rasulullah saw berkata: Rasulullah saw bersabda :
يُرَشُّ مِنْ بَوْلِ الْغُلَامِ  وَيُغْسَلُ مِنْ بَوْلِ الْجَارِيَةِ
“Dan di cuci jika terkena kencing bayi perempuan dan di perciki bila terkena kencing bayi laki-laki” 

Menyucikan pakaian yang terkena madzi
Dari Sahl ibnu hunaif berkata :
كنت ألقى من المذي شدة فأكثر منه الإغتسال . فسألت رسول الله صلى الله عليه و سلم فقال ( إنما يجزيك من ذلك الوضوء ) قلت يا رسول الله كيف يصيب ثوبي ؟ قال ( إنما يكفيك كف من ماء تنضح به من ثوبك حيث ترى أنه أصاب ) .
قال الشيخ الألباني : حسن
 “Aku sering keluar madzi jika tertimpa kepayahan, karena itu aku sering mandi junub. Lalu aku tanyakan ke Rasulullah saw, maka Rasulullah saw bersabda :”Sesungguhnya cukup bagimu hanya berwudhu saja”. Maka aku berkata :”Wahai Rasulullah, Bagaimana jika madzi tersebut terkena bajuku?”, cukup bagimu hanya dengan mengambil seciduk tangan air lalu siramkan ke tempat yang terkena madzi sampai kamu melihat bahwa air sudah mengenainya.”      
Berkata Syeikh Al Albani : Hadits Hasan

Menyucikan bawah sendal yang terkena najis
Dari abu Sa’id ra berkata : Rasulullah saw bersabda :
إذا أتى أحدكم المسجد فليقلب نعليه فلينظر فيهما فإن رأى فيهما خبثًا فليمسحه بالأرض ثم ليصل
“Jika salah seorang dari kalian mendatang masjid, maka baliklan sendalmu dan lihatlah keduanya, jika keduanya ada najis maka gosokkan ke tanah lalu sholatlah (dengan memakainya).

Menyucikan tanah yana terkena najis
 Dari Abu Hurairoh ra berkata :
قَامَ أَعْرَابِىٌّ فَبَالَ فِى الْمَسْجِدِ ، فَتَنَاوَلَهُ النَّاسُ ، فَقَالَ النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- :« دَعُوهُ وَأَهْرِيقُوا عَلَى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ أَوْ ذَنُوبًا مِنْ مَاءٍ ، فَإِنَّمَا بُعِثْتُمْ مَيَسِّرِينَ وَلَمْ تُبْعَثُوا مُعَسِّرِينَ »
“Seorang arab badui (pedalaman) tiba berdiri dan kencing di masjid. Maka orang-orang hendak mencegahnya, tapi Rasulullah saw bersabda: “Biarkan dia, siramkan saja diatas kencingnya itu seember air, sesungguhnya kalian diutus untuk memudahkan bukan untuk menyusahkan.”[7]
Sesungguhnya pada saat itu Rasulullah saw memerintahkan bersegera untuk menyucikan tanah, tapi seandainya tanah yang terkena najis tersebut kita tinggakan sampai mengering dan sampai hilang bekas-bekas najisnya maka tanah itu terhukumi suci. Berdasarkan Hadits Ibnu Umar ra berkata :
كَانَتْ الْكِلَابُ تَبُولُ وَتُقْبِلُ وَتُدْبِرُ فِي الْمَسْجِدِ فِي زَمَانِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَكُونُوا يَرُشُّونَ شَيْئًا
“Pada zaman Rasulullah saw banyak anjing-anjing kencing di depan dan belakang masjid, tapi tidak ada satupun yang menyiramnya.”





[1] As sailul Jarrar 1:48 no 42
[2] Kecuali tiga jenis bangkai yang telah di jelaskan pada edisi sebelumnya
[3] Di samak yaitu proses mengolah kulit dengan cara di masak (agar berwarna,tahan lama dan halus) atau membersihkan darah dan lendi r yang menempel dengan alat tertentu kemudian di jemur dengan waktu dan panas tertentu.
[4] Di sohihkan Al Albani di Shohih Sunan Ibnu Majah
[5] Mughollazhoh adalah najis yang berat dan harus dengan cara khusus dalam menyucikannya yang telah di tetapkan Syariat.
[6] Musnad Imam Ahmad (8767),Shohih Sunan Abu Daud
[7] Muttafaqun ‘alaih (al irwa’ 171),Al Bukhori(1/323/220)

Tidak ada komentar: