Al Ilmu
(Bagian 1)
Makna Ilmu
Yaitu
mengetahui sesuatu dengan pengetahuan yang benar-benar pasti.[1]
Untuk
itu seseorang bisa dikatakan “aalim” (berilmu) jika dia mengetahui permasalahan
tersebut dengan sebenar-benarnya, tidak setengah-setengah atau mungkin hanya “qiila
wa qoola” (katanya dan katanya) saja,atau bahkan dia sendiri ragu terhadap
kebenaranya. Haram hukumnya menyampaikan
sesuatu yang kita tidak mengetahuinya secara pasti,sebab akan menimbulkan
syubuhat (kerancuan) di tengah kaum muslimin atau bahkan akan menimbulkan fitnah
dan kekacauan di tengah umat yang bisa menimbulkan saling tuduh dan bertanya-tanya
tentang kebenaranya. Dalam hal ini Allah I berfirman:
وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا
Dan
janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta
pertanggungan jawabnya.(Al Isra’ 36)
Terlebih
lagi terhadap Ilmu Syar’i, yang mana yang diinginkan dengan Ilmu
Syar’i disini adalah ilmu dari apa-apa yang Allah I turunkan
kepada Rasulullah r (yaitu
berupa Al Qur’an dan Hadits), dan disebut juga Ilmu Wahyu, ilmu yang hanya
diturunkan dari sisi Allah I
semata.[2]
Ilmu yang didalamnya terdapat pujian dan sanjungan dari Allah I, bahkan
barang siapa yang memilikinya berarti merupakan suatu tanda bahwa Allah I
menginginkan kebaikan padanya. Seperti yang di Sabdakan Rasulullah r :
من يرد الله
به خيرا يفقهه في الدين
“
Barang siapa yang Allah I menghendaki kebaikan padanya maka Allah I
menjadikannya Faqih (Pandai) dalam Agama.[3]
Sudah
seharusnya kita lebih takut berkata tentang Syari’at ini tanpa ilmu. Jangan
biarkan kita dikuasai hawa nafsu dan syaithon yang memaksa kita berbicara
tentang Allah I dan Rasul
Nya tanpa Ilmu, ingat Firman Allah I :
إنَّمَا
يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا
تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya
syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap
Allah apa yang tidak kamu ketahui.”(Al Baqarah 169)
Untuk
itu sekali lagi bahwa hukumnya wajib berilmu dahulu sebelum berkata dan
beramal, dalil dalam hal ini adalah Firman Allah I :
فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ
وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka
ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan yang berhak di
sembah) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa)
orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu
berusaha dan tempat kamu tinggal.”(Muhammad 19)
Kata
فَاعْلَم “Ketahuilah..”
adalah perintah dari Allah I
yang menuntut kita harus mengetahuinya (mengilmuinya),sedangkan jalan untuk
mengetahui sesuatu adalah dengan belajar. Sebagaimana Sabda Rasulullah r :
يا أيها الناس
تعلموا إنما العلم بالتعلم والفقه بالتفقه
“
Wahai sekalian manusia,ketahuilah sesungguhnya Ilmu itu hanyalah di dapatkan
dengan belajar dan kefaqihan itu di dapatkan dengan belajar sungguh-sungguh.”[4]
Dan
dengan berdasarkan ayat ini Imam Al Bukhori membuat bab dalam Shohihnya “Bab
Berilmu Sebelum Berkata Dan Beramal”. Karena ayat diatas bentuk realisasi dari
berilmu dahulu sebelum beramal, syahidnya pada kalimat فَاعْلَمْ
أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه menuntut kita untuk
mengetahui sesuatu yaitu dalam hal ini tentang makna kalimat Tauhid لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّه sedang pada kalimat وَاسْتَغْفِرْ
لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ menuntut
kita untuk beramal dari apa yang telah kita ketahui. Allahua’lam bishshowaab
Keutamaan ilmu
Keutamaan-keutamaan
ilmu tentunya tidak akan mampu kita menghitungnya,sebab itu datangnya dari sisi
Allah I. Namun
yang paling pentingnya dari keutamaan-keutamaan ilmu yang perlu kita ketahui
adalah sebagai berikut :
1. Bahwa
Ilmu itu adalah warisan para Nabi as. Seperti sabda Rasulullah r :
إِنَّ
الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ
فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya
para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka mewariskan Ilmu. Maka
barangsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak”[5]
Dan bagi
para Ulama’ di zaman ini sungguh mereka telah mendapatkan bagian warisan yang
banyak dari Rasulullah r. Dan bagi
kita yang juga ingin ikut mendapatkan bagian warisan Rasulullah r hendaknya
segera menuntut ilmu Syar’i, insyaAllah selain dapat bagian harta waris Nabi r juga akan
mendapatkan keutamaan lain dari Allah I.
2. Sesungguhnya
Ilmu itu kekal sedangkan harta dunia itu akan musnah. Kita bisa ambil teladan
dari figur Abu Hurairah t. Beliau
termasuk kaum fuqara’nya dari para Sahabat Nabi r dan beliau termasuk ahlu suffah.[6] Bahkan
beliau pernah sampai terjatuh seperti pingsan karena saking laparnya. Tapi
keutamaan yang Allah I
anugerahkan kepada Abu Hurairah t diantaranya adalah Beliau
termasuk Sahabat yang paling banyak meriwayatkan Hadits-hadits dari Rasulullah r. Sehingga
bagi ahli ilmu dari zaman ke zaman yang meriwayatkan,membaca,mengamalkan dan
mengajarkan Hadits-hadits Rasulullah r yang diriwayatkan oleh Abu
Hurairah t
insyaAllah akan berfaidah sebagai pahala dan jariyah bagi Beliau t. Seperti
dalam sabda Rasulullah r :
عَنْ
أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا مَاتَ
الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ
صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ
»
“Dari Abu
Hurairah t, bahwa
Rasulullah r berkata:”
Jika seseorang meninggal maka amalnya
terputus kecuali tiga amalan, yaitu shodaqah jariyah atau Ilmu yang bermanfa’at
atau anak yang sholih yang terus mendo’akannya.”[7]
3. Ilmu
itu tidak melelahkan pemiliknya dalam menjaganya, sebab jika Allah I memberi
kita rizki berupa ilmu maka tempatnya di hati, tersimpan dan terjaga di dalam
hati. Tidak butuh brangkas dan kunci untuk menjaganya. Ilmu bisa menjaga kita
dalam kehidupan ini,terutama menjaga kita terhindar dari kejelekan dengan izin
Allah I,
masalah-masalah Diniyah insyaAllah bisa teratasi dengan ilmu, dan kapanpun kita
mau kita bisa mengeluarkannya dengan mudah insyaAllah, bahkan semakin kita
sering mengamalkan dan mengajarkannya ilmu itu semakin melekat dalam hati kita.
Berbeda dengan harta, kita yang menjaganya dan butuh tempat tertentu untuk
menyimpannya ditempat yang aman, ditambah juga hati kita juga tidak tenang dan
was-was terhadapnya.
4. Bahwa
manusia dengan ilmu yang ada padanya akan sampai ke derajat menjadi saksi atas
Al Haq, seperti dalam Firman Allah I :
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ
وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ
الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan
bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang
menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu(juga menyatakan
yang demikian itu). tak ada Tuhan (yang berhak disembah), melainkan Dia yang
Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Ali Imran 18)
Pada ayat
tersebut tidak disebutkan وَأُولُو الْمالِ..(orang-orang yang
berharta) tapi وَأُولُو الْعِلْمِ (orang-orang
yang berilmu), maka
dari itu berbahagialah wahai penuntut ilmu, kalian termasuk yang bersama Allah I dan para
Malaikat menjadi saksi atas keesaan Allah I.
5. Ahli
ilmu termasuk salah satu jenis Ulil amri yang Allah I
memerintahkan untuk menta’atinya. Seperti dalam FirmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا
الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ
فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu,
Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(An Nisa 59)
Maka
sesungguhnya Ulil amri disini mencakup ulil amri dari kalangan pemerintah
negara, para Ulama’ dan penuntut ilmu Syar’i. Maka wewenang para Ulama’ dan
penuntut ilmu adalah dalam hal menjelaskan hukum Syari’at dan berdakwah
mengajak manusia ke jalan Syari’at sedangkan wewenang pemerintah adalah
menerapkan hukum yang telah diputuskan dan menertibkan manusia dalam berhukum
terhadap Syari’at.
Bersambung
insyaAllah…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar