Sabtu, 21 Januari 2012

Ilmu Dan Keutamaanya


Al Ilmu
(Bagian 1)
Makna Ilmu
Yaitu mengetahui sesuatu dengan pengetahuan yang benar-benar pasti.[1]
Untuk itu seseorang bisa dikatakan “aalim”  (berilmu) jika dia mengetahui permasalahan tersebut dengan sebenar-benarnya, tidak setengah-setengah atau mungkin hanya “qiila wa qoola” (katanya dan katanya) saja,atau bahkan dia sendiri ragu terhadap kebenaranya. Haram hukumnya  menyampaikan sesuatu yang kita tidak mengetahuinya secara pasti,sebab akan menimbulkan syubuhat (kerancuan) di tengah kaum muslimin atau bahkan akan menimbulkan fitnah dan kekacauan di tengah umat yang bisa menimbulkan saling tuduh dan bertanya-tanya tentang kebenaranya. Dalam hal ini Allah I berfirman:

وَلَا تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولَئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْئُولًا  
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(Al Isra’ 36)


Terlebih lagi terhadap Ilmu Syar’i, yang mana yang diinginkan dengan Ilmu Syar’i disini adalah ilmu dari apa-apa yang Allah I turunkan kepada Rasulullah r (yaitu berupa Al Qur’an dan Hadits), dan disebut juga Ilmu Wahyu, ilmu yang hanya diturunkan dari sisi Allah I semata.[2] Ilmu yang didalamnya terdapat pujian dan sanjungan dari Allah I, bahkan barang siapa yang memilikinya berarti merupakan suatu tanda bahwa Allah I menginginkan kebaikan padanya. Seperti yang di Sabdakan Rasulullah r :
من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“ Barang siapa yang Allah I menghendaki kebaikan padanya maka Allah I menjadikannya Faqih (Pandai) dalam Agama.[3]
Sudah seharusnya kita lebih takut berkata tentang Syari’at ini tanpa ilmu. Jangan biarkan kita dikuasai hawa nafsu dan syaithon yang memaksa kita berbicara tentang Allah I dan Rasul Nya tanpa Ilmu, ingat Firman Allah I :
إنَّمَا يَأْمُرُكُمْ بِالسُّوءِ وَالْفَحْشَاءِ وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya syaitan itu hanya menyuruh kamu berbuat jahat dan keji, dan mengatakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui.”(Al Baqarah 169)
Untuk itu sekali lagi bahwa hukumnya wajib berilmu dahulu sebelum berkata dan beramal, dalil dalam hal ini adalah Firman Allah I :
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَاكُمْ
“Maka ketahuilah, bahwa Sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan yang berhak di sembah) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal.”(Muhammad 19)
Kata فَاعْلَم “Ketahuilah..” adalah perintah dari Allah I yang menuntut kita harus mengetahuinya (mengilmuinya),sedangkan jalan untuk mengetahui sesuatu adalah dengan belajar. Sebagaimana Sabda Rasulullah r :
يا أيها الناس تعلموا إنما العلم بالتعلم والفقه بالتفقه
“ Wahai sekalian manusia,ketahuilah sesungguhnya Ilmu itu hanyalah di dapatkan dengan belajar dan kefaqihan itu di dapatkan dengan belajar sungguh-sungguh.”[4]
Dan dengan berdasarkan ayat ini Imam Al Bukhori membuat bab dalam Shohihnya “Bab Berilmu Sebelum Berkata Dan Beramal”. Karena ayat diatas bentuk realisasi dari berilmu dahulu sebelum beramal, syahidnya pada kalimat فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه  menuntut kita untuk mengetahui sesuatu yaitu dalam hal ini tentang makna kalimat Tauhid لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّه  sedang pada kalimat  وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ menuntut kita untuk beramal dari apa yang telah kita ketahui. Allahua’lam bishshowaab


Keutamaan ilmu
Keutamaan-keutamaan ilmu tentunya tidak akan mampu kita menghitungnya,sebab itu datangnya dari sisi Allah I. Namun yang paling pentingnya dari keutamaan-keutamaan ilmu yang perlu kita ketahui adalah sebagai berikut :
1.    Bahwa Ilmu itu adalah warisan para Nabi as. Seperti sabda Rasulullah r :
إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para Nabi itu tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka mewariskan Ilmu. Maka barangsiapa yang mengambilnya maka dia telah mengambil bagian yang banyak”[5]
Dan bagi para Ulama’ di zaman ini sungguh mereka telah mendapatkan bagian warisan yang banyak dari Rasulullah r. Dan bagi kita yang juga ingin ikut mendapatkan bagian warisan Rasulullah r hendaknya segera menuntut ilmu Syar’i, insyaAllah selain dapat bagian harta waris Nabi r juga akan mendapatkan keutamaan lain dari Allah I.
2.    Sesungguhnya Ilmu itu kekal sedangkan harta dunia itu akan musnah. Kita bisa ambil teladan dari figur Abu Hurairah t. Beliau termasuk kaum fuqara’nya dari para Sahabat Nabi r dan beliau termasuk ahlu suffah.[6] Bahkan beliau pernah sampai terjatuh seperti pingsan karena saking laparnya. Tapi keutamaan yang  Allah I anugerahkan kepada Abu Hurairah t diantaranya adalah Beliau termasuk Sahabat yang paling banyak meriwayatkan Hadits-hadits dari Rasulullah r. Sehingga bagi ahli ilmu dari zaman ke zaman yang meriwayatkan,membaca,mengamalkan dan mengajarkan Hadits-hadits Rasulullah r yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah t insyaAllah akan berfaidah sebagai pahala dan jariyah bagi Beliau t. Seperti dalam sabda Rasulullah r :
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ »
“Dari Abu Hurairah t, bahwa Rasulullah r berkata:” Jika seseorang  meninggal maka amalnya terputus kecuali tiga amalan, yaitu shodaqah jariyah atau Ilmu yang bermanfa’at atau anak yang sholih yang terus mendo’akannya.”[7]
3.    Ilmu itu tidak melelahkan pemiliknya dalam menjaganya, sebab jika Allah I memberi kita rizki berupa ilmu maka tempatnya di hati, tersimpan dan terjaga di dalam hati. Tidak butuh brangkas dan kunci untuk menjaganya. Ilmu bisa menjaga kita dalam kehidupan ini,terutama menjaga kita terhindar dari kejelekan dengan izin Allah I, masalah-masalah Diniyah insyaAllah bisa teratasi dengan ilmu, dan kapanpun kita mau kita bisa mengeluarkannya dengan mudah insyaAllah, bahkan semakin kita sering mengamalkan dan mengajarkannya ilmu itu semakin melekat dalam hati kita. Berbeda dengan harta, kita yang menjaganya dan butuh tempat tertentu untuk menyimpannya ditempat yang aman, ditambah juga hati kita juga tidak tenang dan was-was terhadapnya.
4.    Bahwa manusia dengan ilmu yang ada padanya akan sampai ke derajat menjadi saksi atas Al Haq, seperti dalam Firman Allah I :
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang yang berilmu(juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan (yang berhak disembah), melainkan Dia yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”(Ali Imran 18)
Pada ayat tersebut tidak disebutkan وَأُولُو الْمالِ..(orang-orang yang berharta) tapi وَأُولُو الْعِلْمِ  (orang-orang yang berilmu), maka dari itu berbahagialah wahai penuntut ilmu, kalian termasuk yang bersama Allah I dan para Malaikat menjadi saksi atas keesaan Allah I.
5.    Ahli ilmu termasuk salah satu jenis Ulil amri yang Allah I memerintahkan untuk menta’atinya. Seperti dalam FirmanNya:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(An Nisa 59)
Maka sesungguhnya Ulil amri disini mencakup ulil amri dari kalangan pemerintah negara, para Ulama’ dan penuntut ilmu Syar’i. Maka wewenang para Ulama’ dan penuntut ilmu adalah dalam hal menjelaskan hukum Syari’at dan berdakwah mengajak manusia ke jalan Syari’at sedangkan wewenang pemerintah adalah menerapkan hukum yang telah diputuskan dan menertibkan manusia dalam berhukum terhadap Syari’at.

Bersambung insyaAllah…..










[1] Lihat Kitabul Ilmi Syeikh Al Utsaimin
[2] ibid
[3] Shohih Al Bukhori Bab “ باب العلم قبل القول والعمل
[4] Shohih Al Bukhori Bab “ باب العلم قبل القول والعمل
[5] Abu Daud Bab Kitabul Ilmu, Imam At Tirmidzi Bab Kitabul Ilmu
[6] Suffah adalah tempat di masjd Nabawi khusus untuk para sahabat yang fakir  selama mereka masih belum   mampu untuk mandiri.
[7] Imam Muslim Bab Kitab Wasiyat.

Tidak ada komentar: